Dampak Eksploitasi Anak Berdasarkan Analisis Aspek dan Tugas Perkembangan Anak
Disusun Oleh
Kelompok 5: DHYAJENG A. S. (14480019)
PGMI-A MUNAWAROH
E. A. (14480018)
MUHAMMAD NADHIF (14480017)
Dampak Eksploitasi Anak Berdasarkan Analisis Aspek dan
Tugas Perkembangan Anak
A. Pendahuluan
1.
Latar Belakang Masalah
Masa kanak-kanak
merupakan masa terpanjang dalam rentang kehidupan saat individu relatif tidak
berdaya dan tergantung pada orang lain. Dewasa ini, banyak terjadi kasus
eksploitasi anak yang melibatkan orang luar maupun orang terdekat anak. Apabila
anak dieksploitasi, tentu akan berdampak bagi aspek dan tugas perkembangannya.
Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas dampak eksploitasi
anak berdasarkan analisis aspek dan tugas perkembangan anak.
2.
Rumusan Masalah
Bagaimana dampak eksploitasi anak
berdasarkan analisis aspek dan tugas perkembangan anak?
3.
Tujuan Penulisan
Memahami dampak eksploitasi anak
berdasarkan analisis aspek dan tugas perkembangan anak.
B. Kerangka
Teori
1.
Eksploitasi Anak
Menurut UU Nomor
25/1997 ayat 20 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud anak adalah orang yang berumur
kurang dari 15 tahun. Adapun akibat situasi krisis ekonomi yang berkepanjangan terhadap
kehidupan anak dari keluarga miskin yaitu (1) pilihan dan kesempatan anak untuk
keluar dari zona krisis atau tidak. (2) potensial anak yang seharusnya dapat
berkembang namun terpuruk memaksa anak-anak menjadi bahan eksploitasi[1]. Eksploitasi anak (pekerja anak) yaitu
anak melakukan pekerjaan rutin untuk orang tuanya, orang lain, atau diri
sendiri yang membutuhkan waktu, dengan menerima imbalan atau tidak.
Berdasarkandata dari ILO, Indonesia diperkirakan terdapat 5-6,5 juta pekerja anak. Secara empiris, keterlibatan anak dalam
aktivitas ekonomi terkadang berbahaya dan menganggu perkembangan fisik,
psikologis, dan sosial anak[2]. Keluarga dengan keterbatasan dan kemungkinannya adalah tantangan dan kesempatan realitas bagi anak[3].
2.
Aspek Perkembangan Anak
Aspek perkembangan anak pada usia 0-12 tahun secara umum meliputi. (1) Pada
usia lahir-5 tahun[4],
perkembangan fisik meliputi kondisi jasmaniah siap melaksanakan tugas
perkembangan secara memadai, yaitu kesiapan individu melaksanakan tugas
perkembangan pada periode berikutnya[5].
(2) Pada usia 6-8 tahun[6],
perkembangan intelek/ kognitif (Jean Piaget), adalah proses psikologis yang melibatkan
proses memperoleh, menggunakan pengetahuan, dan kegiatan mental seperti
berpikir, mengamati, mengingat, menganalisis, mengevaluasi, serta problem solving melalui interaksi
lingkungan[7].
(3) Pada usia 8-12 tahun[8],
perkembangan intelektual ditandai dengan
perkembangnya representational. (4) Perkembangan emosi pada usia 8-12 tahun[9]
ditandai adanya amarah yang sangat kuat,
iri hati yang tidak masuk akal, empati yang dipengaruhi faktor herediter, kematangan, dan intelektual[10].
(5) Pada usia 9-12 tahun[11],
perkembangan bahasa yaitu kemampuan mengerti apa yang dikatakan orang lain, menyusun pendapat, maupun menarik
kesimpulan[12]. (6) Pada usia 9-12 tahun[13],
perkembangan sosial dikatakan sebagai
proses belajar menyesuaikan diri terhadap
norma dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan yang saling
berkomunikasi dan bekerja sama yang dipengaruhi faktor lingkungan[14].
(7) Pada usia 11-12 tahun[15],
perkembangan kepribadian yaitu karakter, sikap, stabilitas emosional,
responsibilitas, dan sosiabilitas[16].
(8) Pada usia 11-12 tahun[17],
perkembangan moral berlangsung melalui pendidikan langsung, identifikasi, dan
proses coba-coba. Seseorang dikatakan bermoral apabila tingkah lakunya sesuai
dengan nilai moral di lingkungannya[18].
(9) Perkembangan kesadaran beragama (usia 11-12 tahun[19]) melatih kalimat thayyibah dan akhlaq karimah, dipengaruhi oleh
faktor internal (pembawaan: fitrah manusia beragama) dan eksternal (lingkungan:
keluarga dan sekolah)[20].
3.
Tugas Perkembangan Anak
Tugas perkembangan anak fase usia bayi dan kanak-kanak (0-6 tahun) yaitu belajar berjalan karena
matangnya otot kaki. Belajar makan makanan padat (9-15 bulan) karena matangnya
organ pencernaan. Belajar berbicara karena matangnya syaraf dan otot alat
bicara. Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin. Kestabilan jasmaniah
fisiologis, membentuk konsep sederhana kenyataan sosial, alam dan persiapan
membaca serta mengadakan hubungan emosional dengan keluarga dan orang lain[21].
Tugas perkembangan pada fase Sekolah Dasar (6-12
tahun) yaitu belajar memperoleh
keterampilan fisik untuk permainan. Pertumbuhanfisik dan otak anak semakin
mantap dan cepat, sehingga anak dapat berlari dan bermain. Belajar
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan keadaan sosial teman sebaya. Belajar
keterampilan dasar membaca, menulis, dan berhitung, mengembangkan konsep
sehari-hari seperti konsep agama, moral, dan ilmu pengetahuan serta mengembangkan
kata hati. Bersikap demokratis, menghargai, tolong-menolong, dan kerja sama
dengan orang lain[22].
Faktor penghambat
penguasaan tugasperkembangan yaitu tingkat perkembangan yang mundur, tidak ada
kesempatan mempelajari tugas perkembangan/ tidak ada bimbingan untuk menguasai,
tidak ada motivasi, buruknya kesehatan,
cacat tubuh, serta rendahnya tingkat kecerdasan. Adapun faktor pendorong
penguasaan tugas perkembangan adalah tingkat perkembangan yang normal/ akselerasi,
kesempatan mempelajari tugas perkembangan dan bimbingan untuk menguasai, motivasi,
baiknya kesehatan dan tidak cacat tubuh, tingginya tingkat kecerdasan, serta kreativitas
anak[23].
C. Kasus-kasus
Eksploitasi Anak
Banyak
peristiwa tindak kriminal pada anak di bawah umur seperti kasus eksploitasi anak
yang sedang marak di Indonesia, diantaranya: Pekanbaru, Ibu Kandung memaksa 4
anak kandungnya mengemis dan menarget setiap anak membawa pulang Rp100 ribu/
hari. Kasus ini terungkap karena laporan Guru bahwa muridnya sering tidur di
kelas[24];
Jakarta, 4 tersangka (IR, MR, ER, SM) mengeksploitasi belasan anak dan bayi yang
dijadikan pengemis/ pengamen[25].3
tersangka (KD, W, SW) mengeksploitasi anak dan menjual bayi[26].
2 korban, W (5th) dan R (7th) dieksploitasi oleh perempuan (diduga bukan ibu
kandung) untuk menjadi joki[27].
2 bayi, B (6bln) dan W (3bln) diberi obat penenang 2 kali sehari (pagi dan
siang) untuk dieksploitasi[28];
Samarinda, eksploitasi anak sebagai pekerja kebun kelapa sawit akibat lesunya
bisnis pertambangan dan populernya bisnis kelapa sawit di Kaltim, alasannya
himpitan ekonomi keluarga[29].
Berdasarkan kasus 1 sampai 6, kasus eksploitasi anak umumnya dilakukan
oleh orang lain atau orang terdekat anakyang tingkat ekonominya di bawah
rata-rata dengan tanggung jawab rendah. Mereka berleha-leha menikmati hasil
jerih payah anak-anak yang dieksploitasi. Banyak
kasus, akibat himpitam ekonomi, orang tua kandung tega memaksa anaknya bekerja, mengemis
dan mengamen. Selain itu, terdapat oknum kejam
yang memperkerjakan dan menjual anak orang lain. Korban eksploitasi anakmulai dari bayi
berusia 3 bulan, anak usia SD
(hasil laporan Guru (pentingnya peran guru) hingga anak usia di bawah 18 tahun.
Eksploitasi anak mempengaruhi perkembangan anak khususnya aspek dan tugas perkembangannya. Pada usia 0-6 tahun anak seharusnya
membentuk kestabilan jasmani fisiologisnya, mengonsep kenyataan sosial, alam, dan berbagai
aspek serta tugas perkembangan lainnya, namun pada kasus eksploitasi anak, orang tua maupun orang
sekitar anak tidak memfasilitasi hal tersebut. Anak justru disuguhkan kenyataan alam, sosial, dan obat yang buruk, sehingga
aspek fisik, sosial, dan lainnya terganggu. Padahal masa ini (masa
emas), banyak aspek perkembangan yang sangat mempengaruhi tugas perkembangan anak.
Ekploitasi anak
menyebabkan anak putus bahkan tidak sekolah karena anak dieksploitasi untuk
menghasilkan rupiah setiap hari. Tugas perkembangan anak seharusnya dilakukan tepat pada fase usianya namun terabaikan dan menyebabkan tugas di fase berikutnya juga. Contoh, anak usia 6-12tahun seharusnya bermain dengan teman, belajar membaca dan menulis, namun hal tersebut kurang tercukupi. Anak seharusnya
di area aspek sosial teman sebaya justru berada di area yang keras. Sebenarnya, aspek
dan tugas perkembangan
bertujuan sebagai petunjuk dan pengharapan masyarakat dari anak pada usia tertentu saat mereka beranjak dewasa, namun rusak akibat eksploitasi anak.
E. Rekomendasi
1.
Pemerintah memberikan kebijakan
berupa Perda larangan memberi uang pada pengemis dan pengamen serta denda bagi
yang melanggar. Selain itu, Pemerintah mencanangkan wajib belajar 12 tahun
secara gratis, beasiswa dan bantuan untuk menanggulangi kemiskinan sehingga
dapat meminimalisasi kasus eksploitasi anak di Indonesia.
2.
Orang tua merawat dan mendidik anaknya dengan baik walaupun ekonomi
kehidupan tidak memungkinkan.
F. Daftar Pustaka
Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik,
Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006.
Allen, K. Eileen dan Lynn R. Marotz, Profil Perkembangan Anak: Prakelahiran
Hingga Usia 12 Tahun, Jakarta: PT Indeks, 2010.
http://www.okezone.com//
http://www.sindonews.com//
Ngalimun, Perkembangan dan Pengembangan Kreativitas,
Yogyakarta: Aswaja
Pressindo, 2013.
Rochmah,
Elfi Yulianti, Psikologi Perkembangan,
Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2005.
Rocmah, Elfi Yuliani, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: tp,
2005.
Somantri, T. Sutjihati, Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung:
Refika Aditama, 2007.
Suyanto,Bagong, Masalah Sosial Anak, Jakarta: Kencana, 2003.
Syamsu,
Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997.
G. LAMPIRAN
1.
Kasus 1
PEKANBARU - Unit Pelayanan
Perempuan dan Anak Kepolisian Resort Kota Pekanbaru, Riau, menyelidiki dugaan
eksploitasi anak dengan modus menjadi pengemis jalanan yang dilakukan oleh ibu
kandung.
"Kita telah
mengamankan empat anak dan seorang orang tua kandung mereka. Kita masih dalami
dugaan kekerasan maupun eksploitasi tersebut," kata Kepala Satuan Reserse
Kriminal Polresta Pekanbaru, Kompol Bimo Aryanto kepada Antara di Pekanbaru,
Jumat (1/4/2016).
Ia mengatakan
pihaknya masih terus memeriksa dan mengumpulkan bukti serta memeriksa sejumlah
saksi untuk membuktikan adanya dugaan eksploitasi anak tersebut.
Dari pantauan,
terlihat petugas masih terus memeriksa intensif ibu kandung dari anak-anak yang
diduga dieksploitasi menjadi peminta-minta di jalanan Pekanbaru di ruang PPA.
Nandha Pratama,
Bidang Pelayanan Komnas PA Riau mengatakan bahwa selain memeriksa ibu korban berinisial
EO (37), petugas juga membawa serta empat anak kandung dan seorang anak adopsi
yang juga diduga dieksploitasi. Keempat anak kandung EO itu adalah Ca (15), NA
(10), SAS (8), dan Ir (6). Dikatakan Pratama, satu-satunya anak EO yang
perempuan adalah SAS.
Menurut Pratama,
terungkapnya dugaan eksploitasi anak itu berawal dari laporan guru Sekolah
Dasar (SD) tempat dua dari empat anak EO belajar. Dua anak EO yang saat ini
bersekolah di salah satu SD Negeri di Jalan Nelayan, Rumbai, Pekanbaru itu
adalah SAS dan NA.
"Gurunya sering
melihat kedua anak itu tidur saat belajar," ujarnya.
Berawal dari hal
tersebut, guru kelas NA dan SAS langsung memeriksa kedua siswanya. Pengakuan
kedua siswanya itu cukup mengejutkan lantaran mereka mengaku dipaksa oleh orang
tuanya meminta-minta sepulang sekolah.
"Mereka itu
diduga dipaksa meminta-minta sepulang sekolah di perempatan lampu merah SKA
(salah satu mall di Pekanbaru yang berjarak 15 Kilometer dari kediaman korban).
Mereka ditargetkan untuk mendapatkan Rp100 ribu perhari," ujarnya.
Untuk mendapatkan
uang itu, ujar Pratama, NA dan SAS itu harus mengemis keliling kota Pekanbaru
dan pulang hingga tengah malam. "Mereka mengemis dengan berjalan kaki
tanpa sendal. Akibatnya kaki mereka melepuh," ujarnya.
Selain itu, di sejumlah
bagian tubuh mereka juga terlihat luka lebam bekas pukulan. "Bisa dilihat
bagian wajah, paha, bekas pukulan yang membiru," urainya.
Saat ini, polisi
masih terus menyelidiki perkara tersebut dengan memeriksa intensif EO dan
anak-anaknya serta saksi-saksi.
Sumber:
Okezone.com
2.
Kasus 2
JAKARTA - Polres Jakarta
Selatan menetapkan dua tersangka baru, yakni IR seorang laki-laki dan MR
perempuan dalam kasus dugaan eksploitasi belasan anak dibawah umur yang kerap
dijadikan pengemis ataupun pengamen di kawasan Blok M, Jakarta Selatan.
"Kemarin
kita sudah sampaikan dan perkembangan hari ini tersangka jadi empat orang,
yakni IR, MR, ER, SM," ujar Kapolres Jakarta Selatan, Kombes Wahyu
Hadiningrat di Mapolres Jakarta Selatan, Jumat (25/3/2016).
Wahyu
mengatakan, dua tersangka baru itu ditangkap di wilayah Jakarta Selatan. Selain
itu, pihaknya juga mengamankan seorang anak yang menjadi korban eksploitasi
dalam kasus ini. Sehingga korban dari eksploitasi anak ini menjadi empat orang.
Satu
dari empat korban itu merupakan seorang bayi berumur enam bulan berinisial
Bonbo. Bayi malang tersebut kini dalam pemeriksaan di Rumah Sakit Pusat
Pertamina (RSPP).
"Dari
empat korban yang ditangkap saat ini dua di safe house Bambu Apus, satu sudah
kembali, yang bayi di RSPP sekarang. Karena dalam pemeriksaan kesehatan dan
akan diambil alih Dinas Sosial," tukas Wahyu.
Menurut
Wahyu, dua tersangka baru ini, IR dan MR mengaku sebagai pasangan suami istri
yang memiliki Bonbon. Namun, saat ditangkap mereka tak bisa memperlihatkan
surat nikah untuk membuktikan bahwa mereka adalah suami istri.
Atas perbuatannya, keempat tersangka itu
dijerat Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO, Pasal 76b
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman
kurungan maksimal 15 tahun.
Sumber: Okezone.com
3.
Kasus 3
JAKARTA- Wakapolres Metro
Jakarta Selatan AKBP Surawan mengatakan bahwa pihaknya terus melakukan
pencarian terhadap sindikat lain terkait kasus penjualan anak di bawah umur.
"Kita masih terus mengembangkan dari tersangka yang kita
tangkap. Ini seluruh tersangka yang kita sudah kita tahan terkait eksploitasi
anak ada empat orang, kemudian terkait penjualan bayi ada tiga orang,"
ujar Surawan ditemui di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Jumat (1/4/2016).
Sebelumnya diketahui, jajaran Polres Metro Jakarta Selatan berhasil
menangkap tiga orang pelaku sindikat penjulan anak berinisial KD (46) alias
Nias, W alias Mama Dina (42), dan SW (30) pada Rabu 30 Maret 2016 malam hari
dikawasan Jakarta Selatan.
Surawan menambahkan, pihaknya tengah mendalami terkait peranan
ketiga pelaku penjualan anak tersebut yang mengaku baru sekali menjalankan
aksinya.
"Ini
kita terus kembangkan hasil pemeriksaan mereka yang mengaku baru sekali. Kita
juga tidak bisa percaya begitu dari pada tersangka. Apakah mereka masih ada
indikasi pernah menjual bayi dan sebagainya," tandasnya.
Sumber: Okezone.com
4.
Kasus 4
Kisah Nestapa Bocah yang Dipaksa Jadi Joki
JAKARTA - Kepala
Panti Sosial Handayani, Cipayung, Jakarta Timur, Neneng Haryani membeberkan
kisah nestapa bocah korban eksploitasi di jalanan Ibu Kota.
Bocah berinisial W (5) dan R (7) misalnya, dipaksa untuk menjadi joki oleh
seseorang yang diduga bukan ibu kandungnya.
"Mereka cerita
sebelum sekolah suruh joki dulu atau setelah sekolah, sampai jam lima
sore," ujar Neneng kepada awak media di kantornya, Kamis (31/3/2016).
Tak jarang, kedua
bocah malang itu harus tidur dan menginap di trotoar. Keduanya pun saling kenal
di jalanan dan tidak memiliki hubungan darah satu sama lain.
"Kadang
menginap di trotoar, tidur di situ," imbuhnya.
Sehari, W dan R bisa
mengumpulkan uang hingga Rp50 ribu. Ironisnya, mereka
hanya diberi Rp2 ribu dari hasil yang disetorkan tersebut.
"Sehari Rp30-40
ribu, bisa sampai Rp50 ribu. W dan R teman di jalanan. Mereka sejak kecil sudah
disuruh mengamen. Tapi, dikasih Rp2 ribu buat jajan," sambungnya.
Kepada pengurus
panti, W mengaku belum bersekolah. Sementara R, yang sudah berpendidikan,
dipaksa untuk menjadi joki oleh orang diduga bukan ibu kandungnya.
"Setoran?
Mereka tidak paham. Anak masih labil, kita masih data. W belum sekolah, R sudah
sekolah, mereka mengakunya hanya joki. Si R, tidak mengemis. Kita belum tau itu
ibu kandung atau bukan," tukasnya.
Neneng menyebut
kondisi dua bocah tersebut sudah mulai stabil. Berbeda dengan saat dijemput
dari Polrestro Jakarta Selatan, keduanya terdiam dan mengalami trauma.
"Kami biarkan
mereka bermain, mereka masi trauma. Sekarang kondisinya sudah mulai
stabil," tandasnya sembari mengawasi W dan R.
Seperti diketahui,
di Panti Sosial Hanyani saat ini terdapat empat bocah korban eksploitasi anak.
Selain W dan R, terdapat dua balita yang sering diberi obat penenang oleh para
pelaku. Kasus tersebut saat ini juga tengah ditangani jajaran Polrestro Jakarta
Selatan.
Sumber: Okezone.com
5.
Kasus 5
Panti Sosial Kembali Amankan Bayi yang
Dieksploitasi
JAKARTA - Panti
Sosial Handayani di Cipayung, Jakarta Timur, kembali menjemput bayi laki-laki
berusia enam bulan dari Mapolrestro Jakarta Selatan. Bayi mungil berinisial B
itu merupakan korban kasus eksploitasi anak yang diungkap
polisi beberapa waktu lalu.
"Jadi ada
empat, semalam datang bayi usia enam bulan," ujar Kepala Panti Sosial
Handayani, Neneng Haryani, kepada awak media, di Cipayung, Jakarta Timur, Kamis
(31/3/2016).
Alhasil, saat ini
sudah empat anak yang diselamatkan di Panti Sosial Handayani hasil kejahatan
jalanan tersebut. Neneng menambahkan, bayi tersebut diberikan obat penenang
sebanyak dua kali sehari.
"Obat diberikan
pagi dan siang hari. Total empat anak itu, W (5), perempuan; R (7), laki-laki;
B (6 bulan), laki-laki; dan W (3 bulan), laki-laki. Kalau yang W sekarang
motoriknya sudah normal," imbuhnya.
Neneng mengatakan,
pihaknya bakal merehabilitasi anak-anak malang tersebut. Selain itu, ia
memastikan bakal mencari keluarga asli mereka. Jika nantinya keluarga tidak
mau, maka pihaknya bakal merujuk ke lembaga lain dan terus memantau
perkembangan mereka.
"Di sini shelter,
rehab, dan kita berusaha cari keluarga. Atau dirujuk ke lembaga lain,"
tukasnya.
(Ari)
Sumber: Okezone.com
6.
Kasus 6
30% Pekerja Perkebunan
Kelapa Sawit Anak di Bawah Umur
SAMARINDA - Lebih dari 30%
pekerja di setiap perusahaan perkebunan kelapa sawit Kalimantan Timur (Kaltim)
adalah anak di bawah usia 18 tahun. Fakta itu diungkap dalam pertemuan Komisi
IV DPRD Kaltim dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Disinyalir eksploitasi anak di bawah umur salah satunya akibat melesunya bisnis pertambangan dan mulai populernya bisnis kelapa sawit di Kaltim.
“Silakan lihat langsung kondisi di areal perkebunan kelapa sawit itu. Banyak pekerja anak yang harusnya bersekolah, dipekerjakan terlepas dari kondisi perekonomiaan keluarganya. Ini masih di sisi kelapa sawit,” kata anggota Komisi IV DPRD Kaltim Zain Taufik Nurrohman, Kamis (29/5/2014).
Zain menjelaskan, berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim terhadap angkatan kerja nasional di Kaltim 2012 silam menyebutkan jumlah pekerja anak di Kaltim mencapai 8% dari total jumlah anak. Yakni 530 ribu anak yang berusia 10-17 tahun di daerah, terdapat 42 ribu anak merupakan pekerja anak.
“Beragam alasan mengemuka, salah satunya tak terlepas dari himpitan ekonomi yang melanda keluarga mereka. Nah, di sinilah peran pemerintah untuk kesekiankalinya diharapkan. Apa yang terjadi dengan program pendidikan merata bagi anak di Kaltim? Bagaimana dengan beasiswa bagi mereka yang tidak mampu? Sejauh mana efektifnya program itu," tambah Zain.
Zain sangat mendukung jika nantinya KPAI intens menyosialisasikan programnya di Kaltim.
Disinyalir eksploitasi anak di bawah umur salah satunya akibat melesunya bisnis pertambangan dan mulai populernya bisnis kelapa sawit di Kaltim.
“Silakan lihat langsung kondisi di areal perkebunan kelapa sawit itu. Banyak pekerja anak yang harusnya bersekolah, dipekerjakan terlepas dari kondisi perekonomiaan keluarganya. Ini masih di sisi kelapa sawit,” kata anggota Komisi IV DPRD Kaltim Zain Taufik Nurrohman, Kamis (29/5/2014).
Zain menjelaskan, berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim terhadap angkatan kerja nasional di Kaltim 2012 silam menyebutkan jumlah pekerja anak di Kaltim mencapai 8% dari total jumlah anak. Yakni 530 ribu anak yang berusia 10-17 tahun di daerah, terdapat 42 ribu anak merupakan pekerja anak.
“Beragam alasan mengemuka, salah satunya tak terlepas dari himpitan ekonomi yang melanda keluarga mereka. Nah, di sinilah peran pemerintah untuk kesekiankalinya diharapkan. Apa yang terjadi dengan program pendidikan merata bagi anak di Kaltim? Bagaimana dengan beasiswa bagi mereka yang tidak mampu? Sejauh mana efektifnya program itu," tambah Zain.
Zain sangat mendukung jika nantinya KPAI intens menyosialisasikan programnya di Kaltim.
Sumber: Sindonews.com
[2]Bagong
Suyanto, Masalah Sosial Anak (Jakarta: Kencana, 2003), hlm. 121.
[3]Ngalimun,
Perkembangan dan Pengembangan Kreativitas (Yogyakarta: Aswaja Pressindo,
2013), hlm. 41.
[4] K. Eileen Allen dan Lynn R.
Marotz, Profil Perkembangan Anak:
Prakelahiran Hingga Usia 12 Tahun (Jakarta: PT Indeks, 2010), hlm. 53-158.
[5] Mohammad Ali dan Mohammad
Asrori, Psikologi Remaja, Perkembangan
Peserta Didik (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hlm.20.
[6] Op. Cit, hlm. 159-192.
[8] Op. Cit, hlm. 159-192.
[9] Ibid, hlm. 159-192.
[10] T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa (Bandung:
Refika Aditama, 2007), hlm. 24.
[11] Op. Cit, hlm. 193-202.
[12] Elfi Yuliani Rocmah, Psikologi Perkembangan (Yogyakarta: tp,
2005), hlm. 32.
[13] K. Eileen Allen dan Lynn R. Marotz,
Profil Perkembangan Anak: Prakelahiran Hingga
Usia 12 Tahun (Jakarta: PT Indeks, 2010), hlm. 193-202.
[14]T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa (Bandung: Refika
Aditama, 2007), hlm. 24.
[15] Op. Cit, hlm. 204-215.
[17] Op. Cit, hlm. 204-215.
[18] Elfi Yuliani Rocmah, Psikologi Perkembangan (Yogyakarta: tp,
2005), hlm. 33.
[19] Op.Cit, hlm. 204-215.
[21] Yusuf Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2002), hlm.
66-69.
[23]Elfi Yulianti Rochmah, Psikologi Perkembangan (Ponorogo: STAIN
Ponorogo Press, 2005), hlm. 86-87.
[24] Kasus 1 dari Okezone.com terbit
pada Jumat, 1 April 2016.
[25] Kasus 2 dari Okezone.com terbit
pada Jumat, 25 Maret 2016.
[26] Kasus 3 dari Okezone.com terbit
pada Jumat, 1 April 2016.
[27] Kasus 4 dari Okezone.com terbit
pada Kamis, 31 Maret 2016.
[28] Kasus 5 dari Okezone.com terbit
pada Kamis, 31 Maret 2016.
[29] Kasus 6 dari Sindonews.com
terbit pada Kamis, 29 April 2016.
Semoga Barokah dan Bermanfaat :)
BalasHapusSangat bermanfaat... Nice. ..
BalasHapusyes :) semoga tulisan ke depannya dapat membantu lagi :)
BalasHapus